Minggu, 25 November 2012

menggigat diri


                       Keutamaan Sholat


Salat adalah sendi agama dan pangkal ketaatan. Di antara adabnya adalah khusu. Telah diriwayatkan dari Utsman bin Affan r.a., dari Nabi saw., beliau bersabda, "Tidaklah tiba waktu salat fardu kepada seseorang, lalu dia membaguskan wudunya, khusunya, dan rukuknya, melainkan salat itu menjadi penebus dosa-dosanya yang telah lampau, selagi dia tidak mengerjakan dosa besar, dan yang demikian itu berlaku seterusnya."
"Barang siapa salat dua rakaat dan dia tidak berhadas selama mengerjakannya, maka dosanya yang telah lampau diampuni." (HR Bukhari dan Muslim).

Ketika Abdullah bin az-Zubair sudah mendirikan salat seakan-akan seperti batang pohon karena kekhusuannya. Saat dia sujud tidak terusik meskipun ada beberapa ekor burung yang hinggap di punggungnya. Yang bisa mgnusiknya ialah jika dia ditimpa runtuhan dinding. Suatu hari dia salat di dekat Al-Hijir. Tidak lama kemudian Qudzaifah datang ke tempat itu dan mengambil sebagian kainnya. Tetapi, sepertinya Abdullah bin Zubair tidak mengetahuinya.

Maimun bin Mahran berkata, "Sekali pun aku belum pernah meihat Muslim bin Yasar menoleh saat mendirikan salat. Suatu kali sebagian bangunan masjid ada yang roboh, sehingga orang-orang yang berada di pasar menjadi kaget karenanya. Sementara, saat itu pula Muslim bin Yasar berada di dalam masjid mendirikan salat. Tetapi, dia sama sekali tidak menoleh. Tetapi, jika dia hendak mendirikan salat, mereka berbicara dan tertawa."

Jika sedang wudu, rupa Ali bin al-Hasan berubah menjadi kekuning-kuningan. Ketika ada yang bertanya, "Mengapa hal ini menjadi kebiasaan yang terjadi pada dirimu saat engkau wudu?" Dia menjawab, "Tahukah kalian, di hadapan siapakah aku hendak mendirikan salat?"

Ketahuilah bahwa salat itu mempunyai rukun yang wajib dan yang sunah. Sedangkan rohnya adalah niat, ikhlas, khusu, dan keterlibatan hati. Salat itu meliputi zikir, munajat, dan perbuatan. Tanpa melibatkan hati, tidak ada yang bisa dicapai dari zikir dan munajat. Sebab, ucapan yang tidak selaras dengan apa yang terkandung di dalam sanubari kedudukannya sama dengan igauan. Perbuatan pun tidak menghasilkan apa-apa. Sebab, jika tujuan dari berdiri adalah pengabdian, tujuan dari rukuk dan sujud adalah ketundukan dan pengagungan, sementara perbuatan ini sama sekali tidak diiringi dengan kehadiran hati, maka tujuan itu pun tidak tercapai. Sebab, jika perbuatan keluar dari maksudnya, ia tinggal gambar yang tidak ada maknanya. Allah SWT berfirman, "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapai-Nya." (Al-Hajj: 37).

Maksudnya, yang sampai kepada Allah adalah sifat yang menguasai hati, yang mendorong untuk mengikuti perintah yang diwajibkan. Jdai, harus ada keterlibatan hati dalam salat sekalipun Allah memberi kelonggaran saat tiba-tiba lalai. Sebab, kehadiran hati pada saat permulaannya akan merembet ke saat-saat lain sesudahnya.

Makna-makna yang bisa mendukung kehidupan salat banyak macamnya. Di antaranya sebagai berikut.
Pertama, kehadiran hati seperti yang disebutkan di atas. Maknanya, mengosongkan hati dari hal-hal yang bisa mengusiknya. Pendukungnya adalah hasrat. Jika muncul hasrat yang hendak mengusik hatimu, tidak ada jalan lain kecuali mengembalikan hasrat ini kepada salat. Pengalihan hasrat seperti ini bisa menguat dan bisa melemah, bergantung pada kekuatan iman terhadap akhirat dan pelecehan terhadap dunia. Jika engkau merasa bahwa hatimu tidak hadir dalam salat, ketahuilah bahwa sebabnya adalah iman yang lemah. Karena itu, berusahalah untuk menguatkan iman itu.

Kedua, memahami makna-makna ucapan. Ini termasuk pendukung di belakang kehadiran hati. Bisa saja hati benar-benar hadir mengiringi setiap ucapan tetapi tanpa makna. Maka, pikiran harus dokonsentrasikan untuk memahami maknanya dengan menyingkirkan lintasan-lintasan pikiran dan memotong objeknya. Sebab, jika objeknya tidak segera dipotong,lintasan pkiran pun tidak akan pergi.

Objek di sini bisa dahir bisa batin. Yang dahir adalah yang bisa mengganggu pendengaran dan penglihatan. Adapun yang batin lebih berat, seperti orang yang disibukkan oleh berbagai macam hasrat dan yang pikirannya mengelana ke seluruh penjuru dunia. Sebab, pikirannya tidak terbatas pada satu masalah saja dan tidak bisa dienyahkan dengan menundukkan pandangan mata. Apa pun yang melintas di dalam hati sudah cukup untuk menyibukkannya.

Jalan keluarnya, jika objek itu berupa objek yang dahir, potonglah apa pun yang bisa mengganggu penglihatan dan pendengaran, yaitu mantap menghadap ke arah kilbat, memandang ke arah tempat sujud, jangan memilih tempat salat yang di situ ada gambar-gambarnya, tidak membiarkan apa yang bisa mengganggu pancainderanya ada di dekatnya. Tatkala Nabi saw. salat di suatu tempat yang ada bendera, beliau mencabutnya sambil bersabda, "Itulah yang tadi membuatku lalai dalam salat." (HR Bukhari dan Muslim).

Jika objeknya termasuk objek yang batin, jalan keluarnya ialah dengan memaksa hati dan jiwa untuk menyimak apa yang sedang dibaca dalam salat dan mengenyahkan hal-hal selainnya. Cara ini bisa dipersiapkan sejak sebelum memulai salat dengan menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya,berusaha mengosongkan hati, memperbarui jiwa untuk mengingat akhirat dan urgensi berdiri di hadapan Allah. Jika pikiran masih belum bisa tenang juga, hendaklah dia menyadari bahwa pikirannya memang masih dikuasai hal-hal yang menarik minatnya dan keinginannya. Karena itu, hndaklah dia segera memotong semua keinginan dan bisikan nafsunya itu.

Ketahuilah bahwa bila suatu penyakit sudah akut, tidak ada yang bisa menyembuhkannya, kecuali obat dengan dosis tinggi. Jika penyakit gangguan salat semakin kuat, ia akan menarik orang yang sedang salat, dan orang yang salat menariknya, hingga salat itu berakhir dalam medan yang tarik-menarik. Perumpamaan dirinya seperti seseorang yang pergi ke tempat terpencil lalu berteduh di bawah sebuah pohon, karena dia hendak menenangkan pikirannya di sana. Suara kicau burung yang bertengger di atas pohon itu tentu saja mengganggu ketenangannya. Sepotong dahan dia lemparkan ke arah burung itu agar terbang. Burung-burung itu pun terbang menyingkir. Tetapi, selagi pikirannya belum kembali tenang, burung-burung itu kembali lagi bertengger di atas pohon dan ramai berkicau. Begitu seterusnya yang dia lakukan dengan burung-burung itu.

Lalu, ada seseorang yang memberi tahu dia, "Ini adalah sesuatu yang tidak ada habis-habisnya. Jika engkau ingin cara yang tuntas, tebanglah pohon itu!"

Begitu pula pohon-pohon hawa nafsu. Selagi pohon ini tumbuh menjadi tinggi dan bercabang-cabang dahannya, ia akan menarik pikiran, seperti burung yang tertarik untuk hinggap di pohon dan lalat yang tertarik untuk hinggap di kotoran. Maka, umur pun habis untuk mengusir sesuatu yang tidak akan bisa diusir. Sebab, tumbuhnya hawa nafsu dan syahwat ini, yang kemudian menguasai pikiran, adalah cinta kepada dunia.

Amir bin Abdi Qaispernah ditanya,"Pernahkah engkau membisiki hatimu dengan sesuatu dari urusan dunia selagi di dalam salat?"
Dia menjawab, "Lebih baik engkau meninggalkan mata tombak di punggungku daripada aku berbuat seperti itu."

Memang memutus kecintan kepada dunia dari hati bukan perkara yang gampang, dan mengenyahkannya sama sekali adalah perbuatan yang sangat berat lagi sulit. Tetapi, sebisa mungkin hal ini harus diusahakan. Sesungguhnya Allah Maha Pemberi taufik dan Maha Penolong.

Ketiga, mengagungkan Allah dan takut kepada-Nya. Hal ini bisa menghasilkan dua hal: pertama, mengetahui keagungan Allah dan kebesaran-Nya. Kedua, mengetahui kehinaan dirinya dan kedudukannya sebagai hamba. Hal ini akan menghasilkan dua makrifat: ketenangan dan khusu.

Yang juga bisa menambah rasa takut ialah berharap. Berapa banyak orang yang mengagung-agungkan seorang raja, yang amat takut terhadap murkanya, sebagaimana dia sangat mengharapkan kebaikan hatinya. Jadi, orang yang mendirikan salat harus mengharapkan pahala dari Allah, sebagaimana dia takut azab-Nya jika dia meremehkan salatnya.

Orang yang hendak mendirikan salat harus menghadirkan hatinya dalam segala sesuatu yang berkait dengan salatnya. Saat mendengar azan hendaklah dia menggambarkan bahwa itu adalah seruan datangnya kiamat, lalu dia buru-buru memenuhi seruan itu. Hendaklah dia memperhatikan apa yang dia penuhi dari seruan itu dan dengan badan yang bagaimana dia hendak datang. Jika dia menutup auratnya, hendaklah dia tahu bahwa sebenarnya dengan tindakannya itu dia hendak menutupi aib badannya dari pandangan orang lain. Maka, hendaklah dia mengingat aib batinnya dan keburukan-keburukan yang dia sembunyikan, yang tidak diketahui kecuali Allah semata. Padahal, tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari penglihatan-Nya. Hal ini harus membuatnya merasa menyesal, malu, dan takut.

Jika dia sudah menghadap kiblat berarti telah mengalihkan wjahnya dari berbagai arah ke satu arah, yaitu baitullah. Jika dia mengarahkan hatinya kepad Allah, hal itu jauh lebih layak baginya. Sebagaimana wajahnya yang tidak bisa dikatakan mengarah ke baitulah, kecuali dengan meninggalkaan arah-arah yang lain, maka hatinya pun tidak bisa dikatakan mengarah kepada Allah, kecuali dengan meninggalkan hal-hal selain Allah.

Jika engkau sudah bertakbir, janganlah hatimu mendustakan lidahmu. Sebab, jika ternyata di dalam hatimu masih ada sesuatu yang lebih besar dari Allah, berarti engkau telah berbuat dusta. Maka, waspadalah jika sekiranya hawa nafsumu lebih besar dalam pandanganmu, dengan bukti engkau lebih mementingkannya daripada taat kepada Allah.

Jika engkau sedang taawud, ketahuilah bahwa taawud adalah kembali kepada Allah. Jika engkau tidak kembali dengan hatimu, ucapanmu berarti hanya sekadar main-main. Pahamilah makna yang engkau baca.

Kami telah meriwayatkan dari Zararah bin Abu Aufa r.a. bahwa dia pernah membaca dalam salatnya, "Apabila ditiup sangkakala," maka seketika itu dia jatuh dalam keadaan meninggal dunia.

Rasakanlah tawadu saat engkau rukuk, rasakanlah kehinaan saat engkau sujud, karena engkau meletakkan jiwa pada tempatnya dan mengembalikan cabang ke pokoknya, dengan cara bersujud ke tanah, yang darinya engkau diciptakan. Dengan cara ini engkau bisa memahami makna zikir dengan sepenuh perasaan.

Ketahuilah bahwa mendirikan salat dengan memenuhi syarat-syarat batiniah seperti ini bisa membersihkan hati dari noda-noda karat dan mendatangkan cahaya di dalamnya, hingga dengan cara ini keagungan yang disembah bisa tampak dan rahasia-rahasianya bisa dilihat, yang mungkin tidak bisa dinalar, kecuali oleh orang-orang yang berilmu.

Sumber: Mukhtashar Minhaajil Qaashidiin, Al-Imam asy-Syekh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisy



0 komentar:

Posting Komentar

SBRI. Diberdayakan oleh Blogger.

Template by:
Free Blog Templates